PENGGUNAAN HARTA HARAM PERSPEKTIF ISLAM

| Sabtu, 20 Januari 2018
Makalah Ilmiah
PENGGUNAAN HARTA HARAM PERSPEKTIF ISLAM

Disusun Oleh :
Nuha Shofiyah
NIM: 016-011-0239


PROGRAM DIROSAH ISLAMIYAH JURUSAN FIQIH DAN USHUL FIQIH
MA'HAD 'ALY HIDAYATURRAHMAN
SRAGEN
2018

I. PENDAHULUAN
Memiliki harta yang berlimpah merupakan salah satu nikmat dunia yang diberikan Allah Ta'ala. Islam memandang keinginan manusia untuk memperoleh, memiliki, dan memanfaatkan harta yang ia miliki sebagai sesuatu yang lazim bahkan urgen. Sebagaim  ana yang telah kita ketahui bahwa harta merupakan sesuatu yang esensial bagi kehidupan manusia,  sebab dengannya manusia dapat memenuhi kebutuhannya mulai dari yang primer, sekunder, ataupun tersier. Bahkan ia merupakan salah satu wasilah untuk mencapai ridho Allah. Oleh karena itu syari'at  mengatur  bagaimana manusia memperoleh harta tersebut dan penggunaannya.
Terlepas dari itu, jika kita melihat fenomena saat ini betapa banyak manusia mencari rezeki tanpa mengindahkan aturan syar'i, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda:
"Akan datang kepada manusia suatu zaman dimana seseorang tidak memperhatikan lagi tentang apa yang mereka ambil (konsumsi apakah berasal dari yang halal ataukah yang haram)."  (HR. Bukhori(   
Jika kita pahami hadits di atas sangat sinkron dengan apa yang terjadi saat ini, banyak dari manusia mereka berlomba-lomba mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya tanpa memperdulikan darimana ia mendapatkannya. Melihat fenomena tersebut, penulis hendak membahas "Bagaimana Hukum Menggunakan Harta Haram Menurut Islam?"
?
II. PEMBAHASAN
A. Definisi
Harta  secara etimologi adalah segala sesuatu yang bisa dimiliki berupa perabotan, 'iqor (harta milik yang tak bergerak seperti tanah, rumah), hewan ternak, dan uang.  Secara terminologi menurut jumhur al-maal adalah segala sesuatu yang memiliki nilai. Adapun bagi orang yang merusaknya berkewajiban untuk menanggung atau menggantinya. Berdasarkan pengertian ini, al-maal mengharuskan sesuatu yang bisa diukur d,engan satuan moneter. Haram secara etimologi berarti larangan dan haram lawan dari halal.  Sedangkan secara istilah adalah  sesuatu yang dilarang oleh syari'at untuk dilakukan. 
Adapun pengertian harta haram yaitu segala sesuatu yang diharamkan oleh syari'at untuk dimiliki seorang muslim. 
B. Dasar Hukum
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui." (QS. Al-Baqoroh: 188)
"Akan datang kepada manusia suatu zaman dimana seseorang tidak memperhatikan lagi tentang apa yang mereka ambil (konsumsi apakah berasal dari yang halal ataukah yang haram)." (HR. Bukhori) 
C. Pembagian Harta Haram
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah membagi harta haram menjadi dua macam:  
1. Harta haram karena zatnya
Yaitu harta yang diharamkan disebabkan karena inti dari barang tersebut telah diharamkan. Hal ini disebabkan karena di dalamnya terkandung bahaya dan bersifat kotor seperti khomr, bangkai, darah, daging babi, dan segala sesuatu yang najis serta menjijikkan yang dapat menganggu manusia, serta segala sesuatu yang pengharamannya telah ditetapkan dalam Al-Qur'an sebagaimana firman Allah Ta'ala:
"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan." (QS. Al-Maidah: 3)
Perlu diketahui bahwa semua yang diharamkan dalam pembahasan ini bukanlah harta secara hakiki, karena tidak memenuhi kriteria harta itu sendiri yaitu; mengandung manfaat, dapat disimpan, dan dapat dimiliki.  Maka dari itu disebut dengan harta ghoiru mutaqowwim karena syari`at melarang seorang muslim untuk memanfaatkannya. 
2. Harta haram karena pekerjaan atau usahanya.
Yaitu harta yang halal pada dzatnya, akan tetapi syari`at mengharamkannya dikarenakan sebab lain, yaitu cara mendapatkannya (melalui pekerjaannya). Keadaan harta tersebut ada 4 macam:
a. Harta haram yang didapat dengan ridho pemiliknya, misalnya:
1) Harta yang didapat sebagai ganti dari barang haram yang dijualnya, seperti uang hasil penjualan khomr, anjing, atau babi.
2) Harta yang didapat dengan akad yang diharamkan. seperti akad yang di dalamnya mengandung ghoror,  akad yang mengandung riba   atau dengan akad yang dilarang karena adanya sifat yang merusak keabsahannya. Seperti hilangnya salah satu syarat dari syarat sah jual beli.
3) Harta yang didapat dengan ridho pemiliknya secara dzohir namun menyembunyikan hakikat aslinya, seperti mengambil laba dengan cara menipu, menyembunyikan aib, tadlis, atau dengan mengurangi timbangan.
b. Harta haram yang didapat tanpa ridho dari pemiliknya (dholim): misalnya:
1) Mengambil harta secara terang-terangan (selain milik musuh) yaitu merampas secara paksa.
2) Mengambil harta dengan sembunyi-sembunyi, yaitu mencuri, menipu, menggelapkan barang titipan.
3) Hadiah yang berasal dari harta yang bukan milik si pemberi, seperti hadiah dari barang hasil curian dan begal.
c. Harta haram karena menahan hak tertentu (dholim).
Seperti menahan hak Allah yaitu mengeluarkan zakat, atau kafaroh. Menahan nafkah yang merupakan hak istri dan keluarga. 
d. Harta haram yang didapat dengan ridho pemiliknya sebagai bentuk amanah seperti akad wadi'ah, kemudian pemilik harta pergi sedangkan yang membawa harta tersebut tidak mengetahui kabarnya, maka hartanya menjadi haram bagi yang si pembawa harta karena pada asalnya harta tersebut bukan miliknya. 
D. Hukum Harta Haram
1. Harta haram karena zatnya.
Menurut jumhur tidak sah kepemilikan dan penggunaannya bagi kaum muslimin, sedangkan menurut Hanafiyah sah kepemilikannya bagi selain kaum muslimin.
2. Harta haram karena pekerjaan atau usahanya. 
Tidak sah kepemilikan dan penggunaan harta yang didapat dari pekerjaan yang haram, sebagaimana terdapat dalam nash-nash Al-Qur'an dan Hadits yang menjelaskan keharaman memakan harta manusia dengan batil, dan keharaman harta dari pekerjaan yang mengandung unsur riba, ghoror, perjudian, dan lain-lain. 
E. Dampak Dari Penggunaan Harta Haram
Berikut ini beberapa dampak buruk harta yang didapatkan dengan cara haram, sebagaimana yang dijelaskan dalam dalil-dalil dari Al-Quran dan Hadits Rosulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam:
1. Mengkomsumsi harta yang haram adalah perbuatan maksiat kepada Allah dan mengikuti langkah syaiton, Allah berfirman:
"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqoroh: 168)
Mengikuti langkah-langkah syaiton yaitu dengan mengikuti apa yang diperintahkan oleh syaiton seperti berbuat maksiat, kekafiran, kefasikan, dan kedholiman, termasuk pula di dalamnya memakan harta haram.  
2. Ancaman adzab neraka bagi orang yang mengkomsumsi harta haram.
Diriwayatkan dari Rosulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam:
"Wahai Ka'ab bin 'Ujrah, tidaklah daging manusia tumbuh dari barang yang haram kecuali neraka lebih berhak atasnya." (HR. Tirmidzi) 
3. Tidak dikabulkannya do'a.
Rosulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam pernah menceritakan tentang seorang laki-laki yang melakukan perjalanan panjang, rambutnya acak-acakan, tubuhnya dipenuhi debu, ketika lelaki tersebut berdo'a mengangkat kedua tangannya ke langit dan menyebut nama Allah: "wahai Robb, wahai Robb," kemudian beliau bersabda:
"Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan." (HR.  Muslim).  Dan pernyataan Nabi, "maka bagaimana doanya akan dikabulkan." Merupakan sebuah pertanyaan beliau yang menunjukkan keheranan dan ketidakmungkinan. 
4. Mengonsumsi harta haram termasuk sifat  orang-orang yang dimurkai Allah (orang-orang yahudi).
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang- orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu." (QS. Al-Maidah: 62)
Salah satu ciri khas orang yahudi adalah mayoritas anggota masyarakatnya sangat suka memakan harta haram dalam bentuk sogok dan riba. Apabila kerusakan ini ditiru oleh masyarakat muslim, maka kerusakan serupapun tak akan terelakkan. 
5. Harta haram yang merajalela pertanda adzab akan turun menghancurkan masyarakat dimana harta haram tersebut berada.  
Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wassalam bersabda:
"Apabila perzinaan dan riba merajalela di sebuah kampung, sungguh mereka telah mengundang azab untuk menimpa mereka." (HR. Hakim) 
F. Bertaubat Dari Harta Haram
Dari penjelasan tentang harta haram sebelumnya, tidak menutup kemungkinan sebagian harta yang kita miliki saat ini termasuk harta haram yang terkadang disebabkan ketidak tahuan dan kekhilafan. Maka apabila terlanjur mengais harta dengan cara yang haram hendaknya ia segera bertaubat kepada Allah,  Adapun tata cara bertaubat dari harta haram adalah sebagai berikut:
1. Harta haram yang didapat dengan ridho pemiliknya.
Cara bertaubat dari harta tersebut yaitu tidak mengambil harta yang belum diserahkan lawan transaksi kepadanya. Adapun harta yang telah ia terima atau yang telah habis digunakan maka ia wajib memperkirakan atau menggantinya, lalu disedekahkan kepada fakir miskin atau kepentingan fasilitas umum, atau diserahkan ke baitul mal dalam rangka membebaskan dirinya dari dosa harta haram.   
Ibnu Taimiyah berkata: "Harta haram yang didapat dengan ridho pemiliknya sebagaimana upah pezina, maka cara penyuciannya dengan menyedekahkannya menurut pendapat paling rojih dan tidak boleh mengembalikan kepada pemilliknya, begitu juga dengan harta hasil penjualan khomr dan sejenisnya. Hal ini dikarenakan adanya larangan menggabungkan uang yang diserahkan kepada penjual dan pemilik uang tersebut." 
Jika pemilik harta haram yang ingin bertaubat tersebut adalah seorang yang faqir maka ia boleh menggunakan harta tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Sebagaimana perkataan imam Nawawi yang menukil perkataan imam Al-Ghozali tentang pemanfaatan harta haram: "Jika pemilik harta haram tersebut adalah seorang yang faqir maka dibolehkan baginya untuk menyedekahkan harta tersebut kepada dirinya dan keluarganya, karena ia berhak atas sedekah tersebut, dan baginya menggunakan harta tersebut sesuai dengan kebutuhannya." 
Ibnul Qoyyim berkata: "Kesempurnaan taubat seseorang yang mempunyai harta haram yaitu dengan menyedekahkannya, jika ia membutuhkan harta tersebut diperbolehkan baginya mengambil sesuai dengan kebutuhannya dan menyedekahkan sisanya..."  
2. Harta haram yang didapat tanpa ridho dari pemiliknya.
Jika harta tersebut memungkinkan untuk dikembalikan kepada pemiliknya maka tidak diragukan lagi bahwa taubatnya tidak akan diterima kecuali dengan mengembalikan harta tersebut.  Adapun nash yang berkaitan dengan hukum ini sangatlah banyak di antaranya:
Dalam sebuah hadits:
 "Janganlah sekali-kali seseorang dari kalian mengambil barang saudaranya, baik bercanda atau sungguhan, dan jika salah satu diantara kalian mengambil tongkat saudaranya maka hendaknya dia mengembalikannya."  (HR. Abu Dawud)
Ibnul Qoyyim berkata: "Barang siapa yang mendapatkan harta dengan jalan yang dilarang syari`at kemudian ia ingin mensucikan hartanya, maka hendaknya ia mengembalikan kepada pemiliknya, jika tidak memungkinkan maka diberikan kepada ahli warisnya, jika tidak memungkinkan juga maka hendaknya dia menyedekahkan hartanya tersebut." 
Jika tidak memungkinkan untuk mengembalikan kepada pemiliknya, maka ia memberikan hartanya tersebut untuk kemaslahatan kaum muslimin atau menyedekahkannya kepada faqir miskin.  Dan hendaknya ia memperbanyak sedekah dengan niat mensucikan diri dari harta haram yang selama ini terkonsumsi.

III. PENUTUP
A. Kesimpulan 
Harta haram yaitu segala sesuatu yang diharamkan oleh syari'at untuk dimiliki seorang muslim.
Hukum dari harta haram yaitu, jika harta tersebut haram karena zatnya menurut jumhur tidak sah kepemilikannya dan haram penggunaannya bagi kaum muslimin. Sedangkan menurut Hanafiyah sah kepemilikannya bagi selain kaum muslimin. Jika harta tersebut haram karena pekerjaannya, maka kepemilikannya tidak sah dan haram menggunakannya. Karena penggunaan harta haram akan menimbulkan dampak buruk baik bagi pelakunya ataupun umat.
Jika seseorang terlanjur menggunakan ataupun memakan harta haram, maka diwajibkan baginya bertaubat kepada Allah Ta'ala.
B. Saran
Harta merupakan sesuatu yang urgen bagi kehidupan manusia, bahkan merupakan salah satu wasilah untuk mencapai ridho Allah. Maka dari itu wajib bagi kaum muslimin untuk memperhatikan dari mana ia memperoleh harta tersebut. Wallahu A'lam bish Showab.
?

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'an Al-Kariim
Al-Baz, Dr. Abbas, 1998. Ahkam Al-Mal Al-Harom, cet.ke-1, Yordania: Darun Nafais
Al-Bugho, Dr. Mushthafa Dieb dan Dr. Muhyiddin Mistu, 2014. Al-Wafi, cet.ke-2, Solo: Insan Kamil
Al-Bukhori, Muhammad bin Ismail, 2014 Shohih Al-Bukhori, cet.ke-7, jilid. 2, Beirut: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah
Al-Jauziyah, Ibnul Qoyyim, 1994. Zaadul Ma'ad Fi Hadyi Khoiril 'Ibad, cet. 27, jilid. 5, Beirut: Muassasatu Ar-Risalah 
Al-Miri, Faishol bin Sulthon, Masaail Fi Tathhiril Asham, (ttp, tp, tt) hal. 11-13
Al-Mushlih, Dr. Kholid, At-Taubah Minal Makasib Al-Muharromah Wa Ahkamuha Fi Fiqh Al-Islami, Jurnal Kementrian Keadilan Arab, Edisi. 38,  April 2008
Ath-Thabrani, Abi Qosim Sulaiman Bin Ahmad, Mu'jam Al-Kabir, cet.ke- 2, jilid.ke-1, Kairo: Maktabah Ibnu Taimiyah
At-Tirmidzi, Abi Isa Muhammad Bin Isa Bin Sauroh, 2016. Sunan At-Tirmidzi, cet.ke-6, Beirut: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah
Az-Zarkasyi, 1992. Bahrul Muhith Fi Ushulil Fiqh, cet.ke-2, jilid. 1, Kuwait: Liwizarotil Auqof Wa Syuunil Islamiyati
Bin Nashir, Abdurohman, 2013. Taisirul Karimi Rohman Fi Tafsiri Kalamil Manan, cet. 1, Beirut: Darul Ibnu Hazm 
Dawud, Abu, 2013. Sunan Abu Dawud, cet.ke-4, jilid. 3, Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah
Mandzur, Ibnu, 2009. Lisanul 'Arab, jilid. 12, Beirut: Daar Kutub Ilmiyah 
Nawawi, Imam, Majmu' Syarhul Muhadzab, cet.ke-1, jilid. 9, Jeddah: Maktabah Al-Irsyad,
Taimiyah, Ibnu, 2004. Majmu' Fatawa, jilid. 29, Madinah: Mujama'il Malaki Fahdin Lithoba'atil Mushaf Asy-Syarif 
Tarmizi, Dr Erwandi, 2013. Harta Haram Muamalat Kontemporer, cet. 4, Bogor: PT. Berkat Mulia Insani
Zuhaili, Dr. Wahbah, 1985. Fiqh Islam Waadillatuhu, cet.ke-2, jilid. 4, Damaskus: Darul Fikr 


edit
Postingan Lebih Baru Postingan Lama
Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Instagram

BTemplates.com

Popular Posts

Pages

Blogroll

About

Pages - Menu

Popular Posts

© Design 1/2 a px. · 2015 · Pattern Template by Simzu · © Content coretan sederhana