MAKALAH

| Rabu, 22 Maret 2017
  
HUKUM TAFSIR AL-QUR’AN
(Studi Kritik Pemikiran Nusron Wahid Tentang Penafsiran Al-Qur’an)

















  
Oleh:
NUHA SHOFIYAH




MA’HAD ALY HIDAYATURRAHMAN
PILANG MASARAN SRAGEN
2016-2017



BAB I
  PENDAHULUAN
A.            Latar Belakang Masalah
Al-Qur`an adalah sumber dari segala sumber ajaran Islam. Kitab suci menempati posisi sentral bukan hanya dalam perkembangan dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman tetapi juga merupakan inspirator dan pemandu gerakan-gerakan umat Islam sepanjang empat belas abad lebih sejarah pergerakan umat ini.Al-Qur`an ibarat lautan yang amat luas, dalam dan tidak bertepi, penuh dengan keajaiban dan keunikan tidak akan pernah sirna dan lekang di telan masa dan waktu. Maka untuk mengetahui dan memahami betapa dalam isi kandungan al-Qur`an diperlukan tafsir.
Penafsiran terhadap al-Qur`an mempunyai peranan yang sangat besar dan penting bagi kemajuan dan perkembangan umat Islam. Oleh karena itu sangat besar perhatian para ulama untuk menggali dan memahami makna-makna yang terkandung dalam kitab suci ini. Sehingga lahirlah bermacam-macam tafsir dengan corak dan metode penafsiran yang beraneka ragam pula, dan dalam penafsiran itu nampak dengan jelas sebagai suatu cermin perkembangan penafsiran al-Qur`an serta corak pemikiran para penafsirnya sendiri[1].

Namun baru-baru ini tersebarlah pernyataan yang mengundang banyak perhatian di kalangan masyarakat,nama Nusron Wahid tiba-tiba menjadi perbincangan banyak pihak, setelah yang bersangkutan melontarkan pernyataan di TV One pada acara Indonesia Lawyers Club (ILC) 11 Oktober 2016.Ia menyatakan bahwa yang paling berhak menafsirkan al-qur’an dan yang paling mengetahui tentang al-qur’an ialah Allah SWT dan Rosululloh Sholallohu alaihi wasallam . Sehubungan dengan hal ini, penulis memandang perlu mengkaji pemikiran Nusron Wahid tentang penafsiran al-qur’an, apakah pemikiran yang ia usung benar atau menyelisihi syari’at. Dengan ini, penulis bermaksud mengangkat sebuah makalah dengan topik permasalahan tersebut dengan judul HUKUM TAFSIR AL-QUR’AN (Studi Kritik Pemikiran Nusron Wahid Tentang Penafsiran Al-Qur’an)



BAB II
PEMBAHASAN

1.            BIOGRAFI NUSRON WAHID

A.    Nama

Nusron Wahid lahir di Kudus pada tanggal 12 Oktober 1973. Ia terlahir sebagai anak keenam dari pasangan suami istri Khuzairi dan Mastini1. Ia memiliki dua anak dari pernikahannya dengan Dili Rosi Timadar, SE. Dan  memiliki dua alamat yaitu di Jl. H. Nawi No. 22 RT. 011/06 Jati Padang Pasar minggu Jakarta Selatan dan di  Kauman 435 Ds. Mejobo RT. 008/02 Kudus Jawa Tengah[2].

B.     PENDIDIKAN
Ia menamatkan pendidikan SD sampai SMA di Kudus, yaitu di MI Miftahutthalibin Mejobo Kudus, kemudian melanjutkan di MTS Qutsiyyah Kauman Menara Kudus, kemudian di SMA Islam Al Ma’ruf Kudus. Setelah lulus SMA ia melanjutkan pendidikannya di Sarjana Sastra Universitas Indonesia. Kemudian ia melanjutkan study S2 di Magister Manajemen di Institut Pertanian Bogor.

C.    KARIR
Sewaktu mahasiswa, ia pernah menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB-PMII) periode 2000-2003. Ia sempat menjadi kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Ia juga sempat aktif di organisasi pers mahasiswa sewaktu berkuliah di Universitas Indonesia (UI). Di organisasi bernama Suara Mahasiswa UI ini Nusron muda mengasah kemampuan jurnalistiknya sebelum bergabung menjadi wartawan harian Bisnis Indonesia. Nusron merupakan mantan Ketua Umum PB PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia).

v Sebagai Politisi dan Ketum GP Ansor

Suaranya sangat vokal saat dia menjabat sebagai Anggota DPR RI periode 2009-2014 dari Fraksi Golkar. Nusron mewakili daerah pemilihan di kota kelahirannya dengan mengantongi 13.157 suara. Nusron adalah anggota DPR yang meraih suara terbanyak di internal Golkar pada Pileg 2014 silam.
Saat menduduki kursi parlemen, Sarjana Sastra jebolan Universitas Indonesia itu ditempatkan sebagai anggota Komisi VI DPR. Di komisi ini, dia bertugas mengawasi kebijakan yang terkait dengan perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, UKM, BUMN dan Standardisasi Nasional.
Karirnya semakin menanjak setelah terpilih menjadi Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor Nahdlatul Ulama pada Januari 2011 yang berafiliasi dengan organisasi agama terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama.
Pemilihan ketua organisasi pemuda NU tersebut dilangsungkan sebanyak dua putaran. Putaran pertama terdapat sepuluh kandidat yang maju. Hasilnya, Nusron memperoleh 257 suara, Marwan Ja’far 183 suara, Khatibul Umam Wiranu 40 suara, Syaifullah Tamliha 24 suara, Anwar 1 suara, Choirul Sholeh 1 suara, Malik Haroemen 1 suara, Munawar Fuad 3 suara, dan Yoyo Arifianto 1 suara. Dari hasil itu hanya Nusron dan Marwan yang layak lolos melanjutkan putaran kedua.
Di putaran selanjutnya, Nusron Wahid akhirnya terpilih menjadi Ketua Umum PP GP Ansor setelah mengalahkan Marwan Jakfar yang juga merupakan seorang politisi dari PKB. Nusron Wahid mengungguli Marwan Jafar dengan 345 dari jumlah total suara 506 suara.
Kemenangannya menimbulkan polemik setelah sebelumnya terjadi perdebatan tentang aturan batasan usia calon ketua umum yang maksimal 40 tahun. Namun masalah tersebut dapat ditangani ketika Ketua Umum PBNU, Said Agil Siradj, turun tangan.
Setelah resmi terpilih, ia mencoba untuk mengembangkan unit usaha sebagai pondasi ekonomi dalam menjalankan organisasi. Oleh karena itu, semua unit usaha yang dilakukan oleh kader Ansor digalakkan untuk membangun organisasi yang maksimal.
Selain ranah ekonomi, Nusron juga memperkuat kaderisasi anggotanya untuk mempersiapkan kader-kader penerus di organisasinya tersebut. Selain itu, Majelis Dzikir juga ditingkatkan keberadaannya oleh politisi muda dari partai Golkar ini.
Dalam perjalanannya, Nusron pun tercatat sebagai Komisaris PT CBN dan PT Palima Timada. Nusron Wahid politisi Golkar yang dipecat partai yang berada di bawah komando Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie lantaran mendukung Jokowi-JK pada Pilpres 2014 lalu.
Tak hanya itu saja, Ical juga berusaha membatalkan pelantikan Nusron sebagai anggota DPR terpilih. Namun karena Nusron mengajukan gugatan terhadap keputusan tersebut, sampai saat ini Nusron masih berstatus aktif sebagai anggota DPR RI.
Setelah Nusron akankah ada kader ‘Golkar Perjuangan’ lain yang masuk barisan pemerintahan Jokowi?
Wakil Presiden JK sebelumnya menegaskan, Nusron terpilih karena kemampuannya, bukan sebagai bentuk kompensasi dukungan saat Pilpres 2014 lalu. Ketua Umum PMI ini pun menegaskan bahwa Nusron masih kader Golkar. “Dia ini kan tetap Golkar, buktinya tetap anggota DPR,” terang dia1.

2.            PEMIKIRAN NUSRON WAHID

Berdasarkan pengamatan penulis setelah melihat dan mendengar pernyataan Nusron Wahid yang ia sampaikan di forum diskusi yang ditayangkan secara langsung oleh salah satu stasiun televisi nasional dapat disimpulkan salah satu pemikiran Nusron Wahid adalah bahwa sebuah teks hanya diketahui oleh pemilik teks dan hanya pembuatnya yang berhak menafsirkannya. Begitu juga dia  mengatakan bahwa hanya Allah SWT yang benar-benar mengetahui teks al-Qur’an dan hanya Allah SWT yang mutlaq menafsirkannya. Hal ini paradoks dengan kaedah yang biasa dipegang oleh para pentakwil liberal. Di dalam ilmu Nash (textologi) para pentakwil liberal biasanya mengandalkan kaedah “نصك ليس ملكك” (teks anda bukanlah milik anda secara mutlaq) artinya sebuah teks entah itu ayat suci atau teks puisi dan lain sebagainya bukanlah milik si penulisnya sepenuhnya yang memungkinkan setiap pembaca untuk untuk menafsirkannya. Teori di atas adalah senjata para keum liberal  untuk menafsirkan al-Qur’an sekehendak mereka. Seharusnya Nusron tetap berpegang pada kaedah ini sebagai orang yang memiliki haluan liberal dalam pemikirannya. Lucunya dia malah membantah dan menggunakan pembenaran lainnya demi membela kepentingan syahwat politiknya. Dari sini statement yang ia buat membuat publik melihat dengan jelas “kebodohannya” dalam konteks sastra maupun ilmu tafsir





BAB III

1.              PENGERTIAN TAFSIR
Secara etimologis, tafsir berakar dari kata fassara-yufassiru-tafsiran, berarti penjelasan (al-idhah wa at-tabyin), sebagai mana terdapat dalam firman Allah SWT yang berbunyi :
(٣٣) وَلا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرا
Artinya:
“tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu                yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.” (Q.S. Al-Furqan 25:33)1.
Dari segi terminologis tafsir berarti Ilmu yang dengannya diketahui: maksud kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad Saw. Makna-makna al-Qur’an dapat dijelaskan Hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya dapat diketahui2.
2.                  Cara Ulama’ Menafsirkan Al-Qur’an
Dalam memahami Al Qur’an, hendaklah seorang muslim memperhatikan tata cara yang benar sebagaimana yang telah disebutkan oleh para ulama dalam kitab mereka, ibnu Katsir rahimahullah dalam muqodimah tafsirnya telah menjelaskan tata cara tafsir yang benar, beliau berkata :“Apabila ada orang yang berkata,”Apakah cara tafsir yang paling benar ? jawabnya adalah bahwa cara yang paling benar dengan menafsirkan Al Qur’an dengan Al Qur’an karena disebutkan dalam suatu ayat secara global namun telah dirinci penjelasannya dalam ayat yang lain. Jika tidak mendapatkannya maka merujuk kepada as-sunnah karena ia adalah penjelas dari Al-Qur’an. Sunnah ini berupa: ucapan-ucapan, perbuatan-perbuatan, dan diamnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Dan apabila kita tidak menemukannya di dalam Al Qur’an tidak juga di dalam As- sunnnah maka merujuk pada penafsiran  para sahabat1. Dalam hal ini pelopor mereka adalah Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas Radliyallahu ‘anhum. Ibnu Mas’ud termasuk sahabat yang menemani Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam sejak dari awal dan dia selalu memperhatikan dan bertanya tentang Al-Qur’an serta cara menafsirkannya, sedangkan mengani Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud pernah berkata: “Dia adalah penterjemah Al-Qur’an.” Oleh karena itu tafsir yang berasal dari seorang sahabat harus kita terima dengan lapang dada2, sebab mereka langsung menyaksikan keadaan-keadaan yang hanya mereka yang mengetahuinya, juga karena mereka mempunyai pemahaman yang sempurna, ilmu yang lurus, dan amal shalih terutama para ulama mereka… dan apabila tidak mendapatkan di dalam Al Qur’an tidak juga dalam sunnah tidak juga pendapat para shahabat maka banyak ulama yang merujuk pendapat Tabi’in… adapun menafsirkan Al Qur’an hanya dengan ro’yu semata maka hukumnya adalah haram3.

BAB IV
KRITIK TERHADAP PEMIKIRAN NUSRON WAHID
            Nusron memulai pernyataannya di TV One pada acara Indonesia Lawyers Club (ILC) 11 Oktober 2016 dengan menyebutkan kebiasaan umat Islam ramai, yang menurutnya disebabkan oleh dua hal, yakni salah paham dan atau berpemahaman salah. Lalu melanjutkan pernyataannya "Yang namanya teks apapun bebas tafsir. Yang namanya Alquran yang paling sah menafsirkan adalah Allah SWT dan Rasulnya, bukan Majelis Ulama Indonesia, bukan Ahmad Dani, bukan Danil Simanjuntak, juga bukan saya, juga bukan Hamka Hab. Alhaqqu Min Rabbika," kata Nusron.
Dalam konteks ini, Nusron sebenarnya nampak berupaya menjelaskan, tentang pola sikap dan pola pemahaman keagamaan secara normatif, yakni tafsir atas teks keamanan, tafsir atas pernyataan oleh orang yang menyampaikan pernyataan, yang menjadi kecaman dalam acara ILC itu.
Pernyataan ini, sungguh membuat gaduh umat Islam, karena komentar Nusron Wahid yang menyebutkan "tidak seorangpun yang berhak menafsirkan ayat Alquran, dianggap sama dengan menafikan keberadaan ribuan hadist Nabi karena salah satu kedudukan dan fungsi dari hadist Nabi adalah merupakan tafsir dari Alquran1. Begitu pula tidaklah benar jika teks al-quran itu yang harus memahami hanya Allah saja, karena jelas2 al-Quran diturunkan untuk manusia atau hudan linnas yang secara literal artinya ‘diturunkan untuk manusia’. Jika al-Quran hanya dipahami oleh Allah maka tak perlu ada istilah hudan linnas . Dalam al-Quran juga secara lugas dikatakan bahwa:
انا أنزلنا قرأنا عربيا لعلكم تعقلون                      “Sesungguhnya aku turunkan al-Quran dalam bahasa Arab agar kamu menggunakan akalmu (berpikir)”.Bukti lain bahwa al-Quran harus dipahami oleh manusia yaitu dengan adanya ayat2 motivasi seperti frasa “afalaa tubsyiruun”, “afalaa tandurun”, “afalaa ta’qiluun”, “afalaa tatafakkarun”. Semua frasa itu Allah tujukan kepada ummat utk melihat, menelaah, mengkaji, meneliti dan menganalsis apa-apa yang terdapat dalam al-Quran. Allah tidak mungkin memotivasi dengan frasa2 itu jika hanya Dia saja yang berhak tahu1.
 Ayat yang menerangkan tentang penafsiran Al-Qur’an diantaranya:

  وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِين
Kami telah menurunkan kepada kamu al-Kitab (al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu, juga sebagai petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi kaum Muslim (QS an-Nahl [16]: 89).
Firman Allah Ta’ala di dalam surat An-Nahl ayat 44:
بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
artinya : “keterangan-keterangan (mu’jizat) dan kitab-kitab.Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan…”
Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an surat Ibrahim ayat 1 :
الَر كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
yang artinya : “Alif, laam raa.(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. “
Di dalam teks ayat tersebut sudah jelas bahwasannya Allah SWT menurunkan ayat Al-Qur’an agar menjadi petunjuk dan dapat dipahami oleh ummat manusia. Lantas atas dasar apa nusron wahid mengatakan demikian? Intinya, bisa jadi Nusron berupaya mencari pembenaran, bahwa pernyataan Ahok yang menyebutkan bahwa kandungan surat Almaidah ayat 51 yang melarang umat Islam memilih pemimpin Nasrani (non-muslim) merupakan pembodohan. 
Dalam konteks mencari pembenaran dengan membantah tudingan penistaan agama atas bakal calon Gubernur DKI Jakarta yang didukungnya ini, maka menjadi wajar, apabila Nusron membela secara "mati-matian", bahwa apa yang disampaikan Ahok hanya sebuah ketelodoran semata, dan orang yang membuat pernyataan, sudah mengklarifikasi dan meminta maaf2.
          Dengan mengutip sebagian perkataan ulama, ada dua jenis ayat Alquran yakni yang muhkamat dan mutasyabihat, Muhkam adalah ayat yang sudah jelas baik lafadz maupun maksudnya, sehingga tidak menimbulkan keraguan dan kekeliruan bagi orang yang memahaminya. Sedangkan Mutasyabih adalah merupakan kumpulan ayat-ayat yang terdapat dalam Al Qur’an yang masih belum jelas maksudnya, hal itu dikarenakan ayat mutasyabih bersifat mujmal (global) dia membutuhkan rincian lebih dalam dan penafsiran.seperti halnya ayat berikut اِقْتَلُوْا المُشْرِكِيْن “ Bunuhlah oleh kamu akan orang-orang musyrik “Pada ayat ini, jika kita salah kaprah dalam memahaminya. Maka akan berdampak negatif dan merugikan diri kita sendiri dan orang lain. Ayat ini dilaksanakan, jika orang musyrik memerangi dan memusuhi kita, maka kita wajib membela diri2. Dari penjelasan di atas sudah sangat jelas bahwasannya kita sebagai manusia diwajibkan untuk memahami ayat dan menafsirkannya dengan merujuk kepada tafsiran yang shohih.sehingga penyataan Nusroh Wahid yang meneguhkan bahwa yang paling tahu atas tafsir tektual normatif Alquran adalah sang pencipta teks itu sendiri tidak dibenarkan. Wallohu a'lam


                                          
BAB V
PENUTUP

1.              Tiada kata lain yang pantas terucap dari selain lantunan syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Al-hamdulillahi Robbil ‘Alamin yang melimpahkan kekuatan dan kemampuan untuk hamba-Nya yang lemah ini, sehingga tanpa izin dan rahmat-Nya tidak akan selesai penulisan makalah ini. Penulis sangat mengharap saran dan kritik yang membangun dari semua pihak yang membaca makalah ini, demi tercapainya ilmu yang dimaksud. Atas kesalahan-kesalahan tersebut penulis meminta maaf dan memohon ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
3.             DAFTAR PUSTAKA
v  Al-Qur’an dan terjemahannya
v  . beritaakumuslim.blogspot.co.id/2016/10?biografi-nusron-wahid-sang-aqidah.html
v  http://java-borneo.blogspot.co.id/2011/06/bagaimana-cara-menafsirkan-al-quran.html
v  Ibnu Katsir,Abul Fida Ismail,Tafsir Ibnu Katsir,terjm Bahrun Abu Bakar,cet ke-1(Bandung,Sinar Baru Algensindo,200),jilid 1
v  http://www.pwipamekasan.com/2016/10/memahami-tafsir-keagamaan-nusron-wahid.html












      2. beritaakumuslim.blogspot.co.id/2016/10?biografi-nusron-wahid-sang-aqidah.html
1. beritaakumuslim.blogspot.co.id/2016/10?biografi-nusron-wahid-sang-aqidah.html

      2.  https://ansorimuhammad.wordpress.com/2011/09/25/pengertinan-ilmu-tafsir/

      1. Tafsir ibnu katsir,Dr.Abdulloh bin Muhammad Alu Syaikh(Kairo:Mu’asasah Daar al-Hilal             Kairo1414 H-1994 M)jilid:3,hal:XII,cetakan:1
      2.  http://java-borneo.blogspot.co.id/2011/06/bagaimana-cara-menafsirkan-al-quran.html
      3.  Tafsir ibnu katsir,Dr.Abdulloh bin Muhammad Alu Syaikh(Kairo:Mu’asasah Daar al-Hilal Kairo1414 H-1994 M)jilid:3,hal:XII,cetakan:1

edit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama
Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Instagram

BTemplates.com

Popular Posts

Pages

Blogroll

About

Pages - Menu

Popular Posts

© Design 1/2 a px. · 2015 · Pattern Template by Simzu · © Content coretan sederhana