Maaf Tuk Berpisah

| Minggu, 23 April 2017

Kau tahu tentang hatiku yang tak pernah bisa melupakanmu
Kau tahu tentang diriku yang selalu mengenangmu selamanya
Namun kini kusadari, bahwa semua itu
adalah salah, juga keliru
Akan membuat hati menjadi ternodai

Dan akupun tahu bahwa dirimu

Mendambakan kasih suci yang sejati
Kuyakin bahwa dirimu
Merindukan kasih sayang yang hakiki
Namun sekali lagi kusadari, bahwa semua itu
adalah salah, juga keliru

Maafkanlah segala khilaf yang tlah kita terlewati
Tlah membawamu kedalam jalan yang melupakan Tuhan
Kita memang harus berpisah
Tuk menjaga diri
Untuk kembali arungi hidup
Dalam ridho Ilahi

Dan bila takdirnya kita bersama
Pastilah Allah akan menyatukan kita 

#liriknasyiddengansedikiteditan

edit
| Selasa, 11 April 2017

Pahlawan Wanita Berhijab Syari Yang Sengaja Dilupakan

Muslimdaily.net — “Kartini” yang tidak pernah dimunculkan profilnya. Pengaruhnya dalam dunia pendidikan begitu nyata. Bahkan sekaliber Al-Azhar Mesir pun terinpirasi dari tindakan beliau. Dan, point yang tidak kalah penting, pakaian anggun dengan kerudung yang menutup dada itu sudah lama ada sebelum Indonesia merdeka.
Syaikhah Hajjah Rangkayo Rahmah El Yunusiyyah (1900-1969) adalah salah satu pahlawan wanita milik bangsa Indonesia, yang dengan hijab syar’i-nya tak membatasi segala aktifitas dan semangat perjuangannya.
Rahmah, begitu ia biasa dipanggil, adalah seorang guru, pejuang pendidikan, pendiri sekolah Islam wanita pertama di Indonesia, aktifis kemanusiaan, anggota parlemen wanita RI, dan pejuang kemerdekaan Republik Indonesia.
Ketika Rahmah bersekolah, dengan bercampurnya murid laki-laki dan perempuan dalam kelas yang sama, menjadikan perempuan tidak bebas dalam mengutarakan pendapat dan menggunakan haknya dalam belajar. Ia mengamati banyak masalah perempuan terutama dalam perspektif fiqih tidak dijelaskan secara rinci oleh guru yang notabene laki-laki, sementara murid perempuan enggan bertanya. Kemudian Rahmah mempelajari fiqih lebih dalam kepada Abdul Karim Amrullah di Surau Jembatan Besi, dan tercatat sebagai murid-perempuan pertama yang ikut belajar fiqih, sebagaimana dicatat oleh Hamka.
Setelah itu, Rahmah mendirikan Madrasah Diniyah Lil Banaat (Perguruan Diniyah Putri) di Padang Panjang sebagai sekolah agama Islam khusus wanita pertama di Indonesia. Ia menginginkan agar perempuan memperoleh pendidikan yang sesuai dengan fitrah mereka dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Tekadnya, “Kalau saya tidak mulai dari sekarang, maka kaum saya akan tetap terbelakang. Saya harus mulai, dan saya yakin akan banyak pengorbanan yang dituntut dari diri saya. Jika lelaki bisa, kenapa perempuan tidak bisa?”
Rahmah meluaskan penguasaannya dalam beberapa ilmu terapan agar dapat diajarkan pada murid-muridnya. Ia belajar bertenun tradisional, juga secara privat mempelajari olahraga dan senam dengan seorang guru asal Belanda. Selain itu, ia mengikuti kursus kebidanan di beberapa rumah sakit dibimbing beberapa bidan dan dokter hingga mendapat izin membuka praktek sendiri.
Berbagai ilmu lainnya seperti ilmu hayat dan ilmu alam ia pelajari sendiri dari buku. Penguasaan Rahmah dalam berbagai ilmu ini yang ia terapkan di Diniyah Putri dan dilimpahkan semua ilmunya itu kepada murid-murid perempuannya.
Pada 1926, Rahmah juga membuka program pemberantasan buta huruf bagi ibu-ibu rumah tangga yang belum sempat mengenyam pendidikan dan dikenal dengan nama Sekolah Menyesal.
Selama pemerintahan kolonial Belanda, Rahmah menghindari aktifitas di jalur politik untuk melindungi kelangsungan sekolah yang dipimpinnya. Ia memilih tidak bekerja sama dengan pemerintah penjajah. Ketika Belanda menawarkan kepada Rahmah agar Diniyah Putri didaftarkan sebagai lembaga pendidikan terdaftar agar dapat menerima subsidi dari pemerintah, Rahmah menolak, mengungkapkan bahwa Diniyah Putri adalah sekolah milik ummat, dibiayai oleh ummat, dan tidak memerlukan perlindungan selain perlindungan Allah. Menurutnya, subsidi dari pemerintah akan mengakibatkan keleluasaan pemerintah dalam memengaruhi pengelolaan Diniyah Putri.
Kiprah Rahmah di jalur pendidikan membuatnya mendapatkan perhatian luas. Ia duduk dalam kepengurusan Serikat Kaum Ibu Sumatera (SKIS). Pada 1935, ia diundang mengikuti Kongres Perempuan Indonesia di Batavia. Dalam kongres, ia memperjuangkan hijab sebagai kewajiban bagi muslimah dalam menutup aurat ke dalam kebudayaan Indonesia.
Pada April 1940, Rahmah menghadiri undangan Kongres Persatuan Ulama Seluruh Aceh. Ia dipandang oleh ulama-ulama Aceh sebagai ulama perempuan terkemuka di Sumatera.
Kedatangan tentara Jepang di Minangkabau pada Maret 1942 membawa berbagai perubahan dalam pemerintahan dan mengurangi kualitas hidup penduduk non-Jepang. Selama pendudukan Jepang, Rahmah ikut dalam berbagai kegiatan Anggota Daerah Ibu (ADI) yang bergerak di bidang sosial. Dalam situasi perang, Rahmah bersama para ADI mengumpulkan bantuan makanan dan pakaian bagi penduduk yang kekurangan. Ia memotivasi penduduk yang masih bisa makan untuk menyisihkan beras segenggam setiap kali memasak untuk dibagikan bagi penduduk yang kekurangan makanan. Kepada murid-muridnya, ia menginstruksikan bahwa seluruh taplak meja dan kain pintu yang ada pada Diniyah Putri dijadikan pakaian untuk penduduk.
Selain itu, Rahmah bersama para anggota ADI menentang pengerahan perempuan Indonesia sebagai wanita penghibur untuk tentara Jepang. Tuntutan ini dipenuhi oleh pemerintah Jepang dan tempat prostitusi di kota-kota Sumatera Barat berhasil ditutup.
Terimbas oleh Hajjah Rangkayo Rasuna Said yang terjun ke politik lebih dahulu, dan dengan kondisi Indonesia yang semakin terpuruk oleh penjajah Jepang, akhirnya Rahmah terjun ke dunia politik. Ia bergabung dengan Majelis Islam Tinggi Minangkabau yang berkedudukan di Bukittinggi. Ia menjadi Ketua Hahanokai di Padang Panjang untuk membantu perjuangan perwira yang terhimpun dalam Giyugun (semacam tentara PETA).
Seiring memuncaknya ketegangan di Padang Panjang, Rahmah membawa sekitar 100 orang muridnya mengungsi untuk menyelamatkan mereka dari serbuan tentara Jepang. Selama pengungsian, ia menanggung sendiri semua keperluan murid-muridnya. Ketika terjadi kecelakaan kereta api pada 1944 dan 1945 di Padang Panjang, Rahmah menjadikan bangunan sekolah Diniyah Putri sebagai tempat perawatan korban kecelakaan.
Hal ini membuat Diniyah Putri mendapatkan piagam penghargaan dari pemerintah Jepang. Menjelang berakhirnya pendudukan, Jepang membentuk Cuo Sangi In yang diketuai oleh Muhammad Sjafei dan Rahmah duduk sebagai anggota peninjau.
Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Setelah mendapatkan berita tentang proklamasi kemerdekaan langsung dari Ketua Cuo Sangi In, Muhammad Sjafei, Rahmah segera mengibarkan bendera Merah Putih di halaman perguruan Diniyah Putri. Ia tercatat sebagai orang yang pertama kali mengibarkan bendera Merah Putih di Sumatera Barat. Berita bahwa bendera Merah Putih berkibar di sekolahnya menjalar ke seluruh pelosok daerah.
Ketika Komite Nasional Indonesia terbentuk sebagai hasil sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 22 Agustus 1945, Soekarno yang melihat kiprah Rahmah mengangkatnya sebagai salah seorang anggota.
Pada 5 Oktober 1945, Soekarno mengeluarkan dekrit pembentukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Pada 12 Oktober 1945, Rahmah memelopori berdirinya TKR untuk Padang Panjang dan sekitarnya. Ia memanggil dan mengumpulkan bekas anggota Giyugun, mengusahakan logistik dan pembelian beberapa kebutuhan alat senjata dari harta yang dimilikinya. Bersama dengan bekas anggota Hahanokai, Rahmah mengatur dapur umum di kompleks perguran Diniyah Putri untuk kebutuhan TKR. Anggota-anggota TKR ini menjadi tentara inti dari Batalyon Merapi yang dibentuk di Padang Panjang.
Ketika Belanda melancarkan Agresi Militer Belanda kedua, Belanda menangkap sejumlah pemimpin-pemimpin Indonesia di Padang Panjang. Rahmah meninggalkan kota dan bersembunyi di lereng Gunung Singgalang. Namun, ia ditangkap Belanda pada 7 Januari 1949 dan mendekam di tahanan wanita di Padang Panjang. Setelah tujuh hari, ia dibawa ke Padang dan ditahan di sebuah rumah pegawai kepolisian Belanda berkebangsaan Indonesia. Ia melewatkan 3 bulan di Padang sebagai tahanan rumah, sebelum diringankan sebagai tahanan kota selama 5 bulan berikutnya.
Pada Oktober 1949, Rahmah meninggalkan Kota Padang untuk menghadiri undangan Kongres Pendidikan Indonesia di Yogyakarta. Ia baru kembali ke Padang Panjang setelah mengikuti Kongres Muslimin Indonesia di Yogyakarta pada akhir 1949. Rahmah bergabung dengan Partai Islam Masyumi. Dalam pemilu 1955, ia terpilih sebagai anggota Konstituante mewakili Sumatera Tengah. Melalui Konstituante, ia membawa aspirasinya akan pendidikan dan pelajaran agama Islam.
Pada 1956, Imam Besar Al-Azhar, Kairo, Mesir, Abdurrahman Taj, berkunjung ke Indonesia dan atas ajakan Muhammad Natsir, berkunjung untuk melihat keberadaan Diniyah Putri. Imam Besar tersebut mengungkapkan kekagumannya pada Diniyah Putri, sementara Universitas Al-Azhar sendiri saat itu belum memiliki bagian khusus perempuan.
Pada Juni 1957, Rahmah berangkat ke Timur Tengah. Usai menunaikan ibadah haji, ia mengunjungi Mesir memenuhi undangan Imam Besar Al-Azhar. Dalam satu Sidang Senat Luar Biasa, Rahmah mendapat gelar kehormatan “Syaikhah” dari Universitas Al-Azhar, dimana untuk kali pertama Al-Azhar memberikan gelar kehormatan itu pada perempuan.
Hamka mencatat, Diniyah Putri mempengaruhi pimpinan Al-Azhar untuk membuka Kuliyah Qismul Banaat (kampus khusus wanita) di Universitas Al-Azhar. Sejak saat itu Universitas Al-Azhar yang berumur 11 abad membuka kampus khusus wanita, yang diinspirasi dari Diniyah Putri di Indonesia yang baru seumur jagung.
Sebelum kepulangannya ke Indonesia, Rahmah mengunjungi Syria, Lebanon, Jordan, dan Iraq atas undangan para pemimpin negara tersebut.
Sekembalinya dari kunjungan ke berbagai negara di Timur Tengah, Rahmah merasa bahwa Soekarno telah terbawa arus kuat PKI. Ia merasa tidak nyaman berjuang di Jakarta, kemudian memilih kembali pulang ke Padang Panjang. Rahmah melihat bahwa mencurahkan perhatiannya untuk memimpin perguruannya akan lebih bermanfaat daripada duduk di kursi parlemen sebagai anggota DPR yang sudah dikuasai komunis. Ketika terjadi PRRI di Sumatera Tengah akhir 1958, akibat ketidaksetujuan atas sepak terjang Soekarno, Rahmah ikut bergerilya di tengah rimba bersama tokoh-tokoh PRRI dan rakyat yang mendukungnya.
Pada 1964, ia menjalani operasi tumor payudara di RS Pirngadi, Medan. Sejak itu hingga akhir hayatnya, hidupnya didedikasikan kembali sepenuhnya untuk Diniyah Putri.
Tampak pada foto, pahlawan ini mengenakan hijab syar’i dan baju kurung basiba dengan cara yang anggun, elegan dan modern yang menampakkan kecerdasannya dan kemajuannya dalam berpikir.
edit
| Selasa, 11 April 2017

Muslimah Ramah


Kiblatmuslimah.com – Akhlak yang baik adalah akhlak yang harus melekat pada diri setiap muslimah, karena akhlak yang baik merupakan pantulan dari aqidah yang benar. Seorang muslimah shalihah adalah muslimah yang menghiasi dirinya dengan sifat dan akhlak yang mulia, karena sifat-sifat yang baik merupakan sifat yang melekat pada diri Rasulullah, hingga Allah langsung memuji beliau karena akhlaknya,
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4)
Pujian tersebut merupakan pujian yang luar biasa dari Allah. Sebagai seorang muslimah, mencontoh Rasulullah dalam berakhlak adalah hal yang penting karena Rasulullah tidak pernah dibenci karena akhlaknya. Oleh sebab itu, sebagai muslimah jangan sampai kita dibenci karena akhlak kita. Mengutip perkataan ustadz Oemar Mita, “Jika kita dibenci karena kebenaran maka itu anugerah, tapi kalau kita dibenci karena akhlak, itulah musibah.”
Akhlak merupakan pantulan dari aqidah yang benar. Mereka yang benar aqidahnya, bisa dipastikan setiap tutur kata yang keluar mengandung kelembutan. Mereka yang benar aqidahnya tidak akan membuat saudaranya membenci dirinya karena buruknya akhlak yang kita miliki.
Salah satu akhlak yang harus dimiliki setiap muslimah adalah sifat ramah, karena sifat ini merupakan hal yang penting. Di lingkungan masyarakat, keramahan kita menjadi poin penting, karena masih banyak dari saudara-saudara kita yang masih antipati dengan model pakaian yang kita kenakan.
Ketika kita tahu bahwa masih ada saudara-saudara kita yang masih melihat aneh pakaian kita, maka jangan kita tambah dengan kepribadian jutek dan pelit dalam bertegur sapa. Salah satu senjata pamungkas bagi kita yang berhijab syar’i adalah dengan menampilkan sifat ramah kepada setiap orang yang kita jumpai. Sifat ramah bisa mengubah pandangan yang awalnya negatif menjadi postif, insya Allah.
Penulis pernah mendengarkan curhatan hati seorang muslimah yang belum berhijab syar’i. Ketika beliau mengikuti kajian dan beliau sangat merasa terasing. Hal ini karena orang-orang yang berhijab syar’i hanya mau bertegur sapa, memberi salam dan berjabat tangan dengan yang berhijab syar’i. Sementara beliau yang sama-sama duduk di sana tidak ditegur apalagi disalami. Penulis sendiri juga pernah melihat langsung kasus seperti itu.
Itulah hal klasik yang sering dijumpai di sekitar kita, sehingga banyak masyarakat yang mengatakan orang yang berhijab syar’i itu ekslusif. Mereka yang sudah aneh memandang hijab syar’i yang kita kenakan, menjadi tambah aneh dengan sifat ekslusif yang kita tunjukkan.
Ketahuilah saudariku, ketika kita mengasingkan diri dengan hanya mau bertegur sapa dan bersalaman dengan orang-orang yang kita kenal maka dakwah Islam tidak akan sampai kepada orang-orang yang belum mengenal Islam. Bukankah dengan bertegur sapa dan memberi salam bisa menumbuhkan rasa cinta di antara kita seperti yang Rasulullah sabdakan?
Demi Dzat yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya, kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Tidaklah kalian beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjuki pada suatu yang jika kalian melakukannya maka kalian akan saling mencintai? Tebarkan salam di antara kalian!” (HR. Muslim)
Mulai sekarang, jadikanlah sifat ramah dengan senantiasa memberi salam ketika berjumpa, bertegur sapa, bersalaman, memberikan senyuman kepada saudari kita walaupun kita belum mengenalnya. Hilangkan pandangan ekslusif mereka kepada kita, Saudariku. Pakaian kita boleh ekslusif tapi akhlak kita tidak. Jadilah muslimah yang bisa mengubah cara pandang orang yang berhijab syar’i dengan menampilkan sikap ramah kepada mereka yang belum berhijab syar’i. Semoga keramahan kita menjadi jalan hidayah bagi mereka untuk berhijab syar’i, sehingga kita telah berdakwah tanpa banyak berkata-kata, sebab cukup dengan menampilkan akhlak yang mulia.
edit
| Minggu, 09 April 2017
#prayforidlib
edit
| Sabtu, 08 April 2017

Suriah Memang Sendiri

KIBLAT.NET – Duka warga Suriah belum berhenti. Pekan ini, warga sipil Suriah yang berada di Khan Syeikhoun, Provinsi Idlib diterjang serangan bom kimia. Puluhan jasad bocah tak berdosa terbujur kaku. Hanya karpet penuh debu yang menyelimuti bocah-bocah malang itu. Tak ada satu pun negara Muslim yang menaruh simpati. Lagi-lagi warga Suriah kesepian.
Tony Syarqi, seorang relawan kemanusiaan untuk Suriah, pernah membuat tulisan berjudul “Suriah yang Sendirian”. Saya harus menghormati beliau yang setidaknya sudah melihat langsung apa yang terjadi di Suriah, ketimbang saya yang hanya mengetahuinya dari berita-berita media yang tak jarang dibumbui kebohongan.
Yang menarik, saya juga baru memahami bahwa apa yang dituliskan oleh beliau sejatinya bukanlah tentang rakyat Suriah, melainkan tentang kita, kaum muslimin di luar Suriah, yang terlalu mengabaikan mereka. Ada sebagian kita yang terlalu berbusa-busa berdiskusi seputar konflik rumit yang terjadi di sana; serta kepada kelompok yang mana harus berpihak; dan ada pula yang memilih bersikap acuh tak acuh. Mereka sudah pusing duluan memikirkan kerumitan tersebut, kedua sikap tersebut pada akhirnya akan melalaikan dari satu fakta yang tidak rumit tapi penting, yaitu jutaan nyawa telah terbunuh.
Kebanyakan dari kita memang terjebak pada dua hal tersebut. Kita seperti enggan untuk sejenak mengabaikan kerumitan konflik Suriah, lalu fokus pada hal-hal yang lebih sederhana untuk dipahami terlebih dahulu. Bukankah sudah menjadi fitrah manusia untuk memulai sesuatu dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mudah terlebih dahulu, bukankah hal itu pula yang didoktrinkan oleh guru-guru sekolah kita ketika memulai sebuah ujian.
Mari kita andaikan konflik Suriah seperti sebuah kertas ujian. Kita mulai dari pertanyaan paling mudah: Bagaimana menolong jutaan korban konflik tersebut?
Korban sebuah konflik hanya berkisar pada dua keadaan meninggal ataupun terluka. Luka bisa berarti fisik, psikis, ataupun keduanya. Orang meninggal hanya perlu dimakamkan, tak perlu ditolong. Dan saya yakin orang Suriah bisa melakukannya sendiri. Orang terluka lah yang perlu pertolongan, tak mungkin konflik sedahsyat Suriah hanya sekedar meninggalkan lecet di tangan ataupun perih di dada. Pasti lebih dahsyat dari itu.
Orang yang terluka biasanya tak mampu bekerja, saya yakin anda pun akan izin membolos ketika gusi anda berdarah ataupun lutut anda sobek karena terjatuh dari motor. Ketidakmampuan bekerja ditambah konflik yang memaksa mereka untuk mengungsi ke tempat-tempat yang jauh dari kebun buah mereka dalam waktu yang tidak jelas batas akhirnya sudah pasti akan membawa mereka pada kelaparan, kemiskinan, dan pada akhirnya kematian.
Maka jawaban yang tepat untuk pertanyaan ini adalah bahan makanan, obat-obatan, tenaga medis dan juga ahli terapi kejiwaan. Dan seseorang yang terluka ataupun sakit tentunya tidak boleh sembarangan dalam memilih makanan. Harus ada takaran yang pas mengenai zat-zat makanan agar mempercepat kesembuhannya. Jadi, kesimpulannya rakyat Suriah membutuhkan sebuah bangunan bernama rumah sakit, yang akan membantu mereka secara maksimal menyembuhkan lukanya.
Sekarang mari kita ke soal selanjutnya: Apakah selama ini belum ada yang membangun rumah sakit untuk korban konflik Suriah?
Di setiap konflik, pasti ada manusia-manusia dari belahan bumi tertentu yang mudah tergerak hatinya melihat orang lain kesulitan, biasanya mereka akan berkumpul membentuk lembaga kemanusiaan lalu mengunjungi dan menolong korban konflik tersebut. Dan sudah pasti salah satu prioritas mereka adalah pengadaan fasilitas medis, mulai dari yang berbentuk seperti rumah sakit di kota kalian ataupun berupa klinik darurat, bangsal bersalin, hingga unit pediatrik.
Soal selanjutnya: Apakah sejauh ini rumah sakit yang sudah ada cukup untuk Suriah?
Jawabannya adalah TIDAK atau bahkan SANGAT TIDAK. Karena bangunan-bangunan rumah sakit tersebut ternyata bernasib sama seperti rakyat Suriah. Tak luput dari kekerasan konflik, sehingga tak mampu memberikan rasa aman untuk pasien (apalagi kesembuhan).
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Physicians for Human Rights, bahwa telah terjadi 382 serangan terhadap fasilitas medis di Suriah sejak Maret 2011 hingga Juni 2016. Sembilan puluh persennya dilakukan oleh pasukan pemerintah Suriah dan pasukan Rusia yang membantu Bassar Assad. Koalisi pasukan Suriah-Rusia ini juga telah membunuh lebih dari 700 tenaga medis. Dan sampai detik ini, tak pernah keluar pernyataan maaf baik dari Bashar maupun Vladimir Putin.
Menanggapi hal ini, direktur Physicians for Human Rights Widney Brown menyatakan bahwa “Ketika kamu membunuh seorang dokter, sebenarnya kamu tidak hanya membunuh dirinya. Tetapi kamu telah menghancurkan harapan hidup orang-orang yang akan diselamatkannya.”
Membunuh tenaga medis dalam situasi konflik sejatinya adalah hal terlarang. Hal itu telah ditetapkan dalam International Humanitarian Law (IHL), sebuah hukum yang telah berusia 153 tahun, lebih tua ketimbang Assad dan Putin.
IHL menyatakan bahwa kombatan yang sakit dan terluka dari pihak yang bertikai yang berada di luar pertempuran akan dilindungi dan dirawat, tak peduli dia teroris paling dicari sekalipun. Tentu saja, perlindungan tersebut akan sia-sia tanpa kehadiran personel medis. Karenanya, personel medis juga mendapatkan jaminan keselamatan. Mereka tidak boleh diserang, ditembak, serta dicegah dari menjalankan pekerjaannya.
Namun apa daya, hari ini di Suriah, Bashar Assad dan Putin telah berkoalisi untuk merobek-robek kertas IHL. Sehingga tenaga medis kini menjadi gamang, mencari sebuah kepastian tentang aturan dan hukum seperti apa yang sedang berlaku di konflik. Mereka dihadapkan pada sebuah dilema, apakah tetap menolong dan membantu mereka yang dibutuhkan dengan risiko terbunuh atau memilih untuk membiarkan mereka yang terluka tanpa pertolongan, dan hal itu berarti mengkhianati nurani dan pekerjaan mereka.
Pertanyaan terakhir: Kalau sudah begini, apa yang kita-kita ini bisa lakukan?
Memang jawaban-jawaban di atas semakin mempertegas bahwa Suriah memang sendiri. Di mana hukum kemanusiaan internasional sudah tak dihargai lagi, dan tak ada seorang pun yang peduli, dan yang mencoba peduli pun akan bernasib sama dengan rakyat Suriah; SENDIRI.
Namun, tak bisakah kita-kita yang mencoba peduli ini sekedar berteriak: Cukup!!! Bahkan perang pun ada aturannya !!!
edit
| Sabtu, 08 April 2017

Menyingkap Gas Beracun, Senjata Pembunuh Sipil di Idlib

Foto: Bocah korban serangan senjata kimia di Khan Syeikhun, Idlib
KIBLAT.NET, Damaskus – Serangan gas beracun oleh rezim Suriah telah membunuh banyak jiwa di Khan Syeikhun, Idlib pada Selasa (04/04). Para korban tewas keracunan setelah kejang dan mengeluarkan buih di mulut.
Jenis gas beracun itu telah mengundang banyak tanya. Ada yang berpendapat berjeniskan klorin. Tetapi juga ada yang menduga gas beracun itu berjenis sarin. Keduanya memang dikenal sebagai senjata pembunuh massal. Namun petugas medis setempat belum dapat memastikan kandungan gas yang dijatuhkan rezim.
Apa itu gas sarin?
Sarin berbentuk cairan yang tidak berbau dan tidak berwarna. Gas ini terbentuk dari dari empat senyawa yaitu, methylphosphonate dimetil, fosfor triklorida, sodium fluoride dan alkohol.
Sarin adalah senjata kimia buatan manusia yang diklasifikasikan sebagai agen saraf G-series. Itu berarti sarin bekerja dengan menyerang fungsi sistem saraf. Gas ini dikembangkan oleh ilmuwan Jerman selama Perang Dunia II.
Agen saraf G-series terdiri dari gas sarin (GB), tabun (GD), soman (GA) dan cyclosarin (GF). Semua itu merupakan gas beracun yang sangat mudah menguap di udara.
Cara kerja gas sarin membunuh manusia
Bila terhirup, gas sarin akan langsung merusak neurotransmitter asetilkolin (senyawa penghantar rangsangan saraf yang berada di dalam tubuh manusia). Dampaknya terkecil ialah korban akan kehilangan kontrol otot.
Meluasnya gejala yang ditimbulkan tergantuk dosis dan berapa lama korban menghirupnya. Karena termasuk jenis gas yang gampang menguap dengan cepat, menghirupnya saja merupakan ancaman akan pendeknya usia. Senjata ini sangat berbahaya, konon jumlah sebesar ujung jarum pentul sudah cukup untuk membunuh satu orang dewasa.
Gas itu juga akan berdampak pada pupil mata karena tidak mampu lagi menerima cahaya. Jika dihirup, nafas akan sesak dan perut terasa mual. Gejala-gejala ini dapat muncul segera, diikuti dengan hilangnya kontrol otot (lemas), kejang, dan berakhir dengan kematian.
Apa itu gas klorin?
Nama gas yang satu ini memang familiar. Klorin dalam bentuk cairan atau bubuk banyak ditemukan dalam produk-produk rumah tangga. Biasa juga dipakai untuk mensterilkan kolam renang. Klorin jenis ini lebih dikenal dengan nama kaporit.
Namun siapa sangka, klorin juga diproduksi sebagai senjata kimia. Klorin yang beracun biasanya bewarna kuning kehijau-hijauan. Senjata kimia ini akan sangat bereaksi pada tubuh manusia.
Penggunaan gas klorin sangat populer selama perang dunia pertama.  Gas ini juga dikembangkan dan digunakan pertama kali oleh Jerman. Gas klorin sebagai senjata kembali muncul saat perang Irak tahun 2007. Diduga kuat  rezim Bashar Al Assad juga menggunakan gas jenis ini selama perang Suriah.
Dampak klorin pada tubuh manusia
Gas klorin bersifat racun karena sangat reaktif dengan air di selaput lendir paru-paru dan mata. Reaksi yang ditimbulkan akan menghasilkan asam klorida dan asam hipoklorit yang memicu iritasi pada mata dan paru-paru serta memicu korosi pada jaringan.
Sehingga, klorin akan menghancurkan kemampuan paru-paru untuk mengambil oksigen. Dalam waktu singkat, korban senjata kimia ini akan mati karena kekurangan oksigen.
Apakah kolam renang berklorin aman digunakan?
Mengingat volume air yang begitu besar, klorin atau kaporit biasa digunakan untuk mensterilkan kolam renang. Air dengan kadar klorin yang tinggi dapat berefek pada mata. Umumnya, mata akan sengat perih bila terkena.
Oleh sebab itu, sebaiknya menggunakan kacamata renang. Jika berenang dengan mata terbuka di kolam berkaporit, memungkinkan penglihatan akan kabur selama beberapa saat setelahnya.
edit
| Senin, 03 April 2017

Senin, 3 April 2017
Lagu yang sangat menyentuh...

Begitu mudahnya kita mengutarakan rasa sayang kepada orang lain yang bukan siapa-siapa kita ..namun kepada keluarga yang notabene-nya adalah orang terdekat dan yang paling mengerti kita, seakan lidah ini kelu untuk sekedar mengucapkan “ i love you”, “uhibbuka fillah” dan yang sejenisnya... bukan hanya keluarga, bahkan terhadap orang tua kita sendiri. Entah karena gengsi atau yang lainnya, rasa sayang yang ada di hati hanya bisa tersalurkan dengan tingkah laku.


-lafadz yang tersimpan - 
edit
Postingan Lebih Baru Postingan Lama
Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Instagram

BTemplates.com

Popular Posts

Pages

Blogroll

About

Pages - Menu

Popular Posts

© Design 1/2 a px. · 2015 · Pattern Template by Simzu · © Content coretan sederhana