| Sabtu, 08 April 2017

Suriah Memang Sendiri

KIBLAT.NET – Duka warga Suriah belum berhenti. Pekan ini, warga sipil Suriah yang berada di Khan Syeikhoun, Provinsi Idlib diterjang serangan bom kimia. Puluhan jasad bocah tak berdosa terbujur kaku. Hanya karpet penuh debu yang menyelimuti bocah-bocah malang itu. Tak ada satu pun negara Muslim yang menaruh simpati. Lagi-lagi warga Suriah kesepian.
Tony Syarqi, seorang relawan kemanusiaan untuk Suriah, pernah membuat tulisan berjudul “Suriah yang Sendirian”. Saya harus menghormati beliau yang setidaknya sudah melihat langsung apa yang terjadi di Suriah, ketimbang saya yang hanya mengetahuinya dari berita-berita media yang tak jarang dibumbui kebohongan.
Yang menarik, saya juga baru memahami bahwa apa yang dituliskan oleh beliau sejatinya bukanlah tentang rakyat Suriah, melainkan tentang kita, kaum muslimin di luar Suriah, yang terlalu mengabaikan mereka. Ada sebagian kita yang terlalu berbusa-busa berdiskusi seputar konflik rumit yang terjadi di sana; serta kepada kelompok yang mana harus berpihak; dan ada pula yang memilih bersikap acuh tak acuh. Mereka sudah pusing duluan memikirkan kerumitan tersebut, kedua sikap tersebut pada akhirnya akan melalaikan dari satu fakta yang tidak rumit tapi penting, yaitu jutaan nyawa telah terbunuh.
Kebanyakan dari kita memang terjebak pada dua hal tersebut. Kita seperti enggan untuk sejenak mengabaikan kerumitan konflik Suriah, lalu fokus pada hal-hal yang lebih sederhana untuk dipahami terlebih dahulu. Bukankah sudah menjadi fitrah manusia untuk memulai sesuatu dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mudah terlebih dahulu, bukankah hal itu pula yang didoktrinkan oleh guru-guru sekolah kita ketika memulai sebuah ujian.
Mari kita andaikan konflik Suriah seperti sebuah kertas ujian. Kita mulai dari pertanyaan paling mudah: Bagaimana menolong jutaan korban konflik tersebut?
Korban sebuah konflik hanya berkisar pada dua keadaan meninggal ataupun terluka. Luka bisa berarti fisik, psikis, ataupun keduanya. Orang meninggal hanya perlu dimakamkan, tak perlu ditolong. Dan saya yakin orang Suriah bisa melakukannya sendiri. Orang terluka lah yang perlu pertolongan, tak mungkin konflik sedahsyat Suriah hanya sekedar meninggalkan lecet di tangan ataupun perih di dada. Pasti lebih dahsyat dari itu.
Orang yang terluka biasanya tak mampu bekerja, saya yakin anda pun akan izin membolos ketika gusi anda berdarah ataupun lutut anda sobek karena terjatuh dari motor. Ketidakmampuan bekerja ditambah konflik yang memaksa mereka untuk mengungsi ke tempat-tempat yang jauh dari kebun buah mereka dalam waktu yang tidak jelas batas akhirnya sudah pasti akan membawa mereka pada kelaparan, kemiskinan, dan pada akhirnya kematian.
Maka jawaban yang tepat untuk pertanyaan ini adalah bahan makanan, obat-obatan, tenaga medis dan juga ahli terapi kejiwaan. Dan seseorang yang terluka ataupun sakit tentunya tidak boleh sembarangan dalam memilih makanan. Harus ada takaran yang pas mengenai zat-zat makanan agar mempercepat kesembuhannya. Jadi, kesimpulannya rakyat Suriah membutuhkan sebuah bangunan bernama rumah sakit, yang akan membantu mereka secara maksimal menyembuhkan lukanya.
Sekarang mari kita ke soal selanjutnya: Apakah selama ini belum ada yang membangun rumah sakit untuk korban konflik Suriah?
Di setiap konflik, pasti ada manusia-manusia dari belahan bumi tertentu yang mudah tergerak hatinya melihat orang lain kesulitan, biasanya mereka akan berkumpul membentuk lembaga kemanusiaan lalu mengunjungi dan menolong korban konflik tersebut. Dan sudah pasti salah satu prioritas mereka adalah pengadaan fasilitas medis, mulai dari yang berbentuk seperti rumah sakit di kota kalian ataupun berupa klinik darurat, bangsal bersalin, hingga unit pediatrik.
Soal selanjutnya: Apakah sejauh ini rumah sakit yang sudah ada cukup untuk Suriah?
Jawabannya adalah TIDAK atau bahkan SANGAT TIDAK. Karena bangunan-bangunan rumah sakit tersebut ternyata bernasib sama seperti rakyat Suriah. Tak luput dari kekerasan konflik, sehingga tak mampu memberikan rasa aman untuk pasien (apalagi kesembuhan).
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Physicians for Human Rights, bahwa telah terjadi 382 serangan terhadap fasilitas medis di Suriah sejak Maret 2011 hingga Juni 2016. Sembilan puluh persennya dilakukan oleh pasukan pemerintah Suriah dan pasukan Rusia yang membantu Bassar Assad. Koalisi pasukan Suriah-Rusia ini juga telah membunuh lebih dari 700 tenaga medis. Dan sampai detik ini, tak pernah keluar pernyataan maaf baik dari Bashar maupun Vladimir Putin.
Menanggapi hal ini, direktur Physicians for Human Rights Widney Brown menyatakan bahwa “Ketika kamu membunuh seorang dokter, sebenarnya kamu tidak hanya membunuh dirinya. Tetapi kamu telah menghancurkan harapan hidup orang-orang yang akan diselamatkannya.”
Membunuh tenaga medis dalam situasi konflik sejatinya adalah hal terlarang. Hal itu telah ditetapkan dalam International Humanitarian Law (IHL), sebuah hukum yang telah berusia 153 tahun, lebih tua ketimbang Assad dan Putin.
IHL menyatakan bahwa kombatan yang sakit dan terluka dari pihak yang bertikai yang berada di luar pertempuran akan dilindungi dan dirawat, tak peduli dia teroris paling dicari sekalipun. Tentu saja, perlindungan tersebut akan sia-sia tanpa kehadiran personel medis. Karenanya, personel medis juga mendapatkan jaminan keselamatan. Mereka tidak boleh diserang, ditembak, serta dicegah dari menjalankan pekerjaannya.
Namun apa daya, hari ini di Suriah, Bashar Assad dan Putin telah berkoalisi untuk merobek-robek kertas IHL. Sehingga tenaga medis kini menjadi gamang, mencari sebuah kepastian tentang aturan dan hukum seperti apa yang sedang berlaku di konflik. Mereka dihadapkan pada sebuah dilema, apakah tetap menolong dan membantu mereka yang dibutuhkan dengan risiko terbunuh atau memilih untuk membiarkan mereka yang terluka tanpa pertolongan, dan hal itu berarti mengkhianati nurani dan pekerjaan mereka.
Pertanyaan terakhir: Kalau sudah begini, apa yang kita-kita ini bisa lakukan?
Memang jawaban-jawaban di atas semakin mempertegas bahwa Suriah memang sendiri. Di mana hukum kemanusiaan internasional sudah tak dihargai lagi, dan tak ada seorang pun yang peduli, dan yang mencoba peduli pun akan bernasib sama dengan rakyat Suriah; SENDIRI.
Namun, tak bisakah kita-kita yang mencoba peduli ini sekedar berteriak: Cukup!!! Bahkan perang pun ada aturannya !!!
edit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama
Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Instagram

BTemplates.com

Popular Posts

Pages

Blogroll

About

Pages - Menu

Popular Posts

© Design 1/2 a px. · 2015 · Pattern Template by Simzu · © Content coretan sederhana